SEJARAH PERKEMBANGAN PENGETAHUAN
TENTANG MANUSIA
Kajian manusia pada masa Yunani Kuno.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada
dasarnya mengikuti perkembangan pemikiran dari para filsuf di mana induk dari
pengetahuannya pun berasal dari filsafat. Puncak pemahaman tentang
kejadian-kejadian di muka bumi, yang merupakan suatu cikal bakal dari ilmu
pengetahuan, terjadi pada masa Yunani kuno. Kebudayaan Yunani pada masa itu
dengan mitologi tentang dewa-dewa yang dimilikinya, memunculkan sifat ingin
tahu dan rasa penasaran untuk mengetahui rahasia alam. Diawali dengan
usaha-usaha untuk mengenali gejala-gejala alam yang terjadi dimuka bumi, maka
fisuf-filsuf Yunani kuno mengembangkan filsafat alam, suatu kajian pemikiran
mengenai sebab-sebab hadirnya atau asal usul alam semesta. Thales (abad ke 6
SM) salah seorang yang termasuk dalam filsuf-filsuf pertama Yunani mencoba
mencari arkhe (asas atau prinsip) alam semesta. Menurutnya prinsip dari
semuanya di alam ini berasal dari air dan semuanya akan kembali menjadi air.
Disamping itu Ia mengemukakan bahwa "kesemuanya itu penuh dengan
Allah-Allah".
Tradisi berpikir secara mendasar dilanjutkan oleh muridnya Anaximandros (kira-kira hidup antara tahun 610-540 SM), Anaximandros juga mencari prinsip terakhir yang dapat memberi pengertian tentang kejadian-kejadian alam semesta. Tetapi ia tidak memilih salah satu bentuk yang diamati oleh panca indra. Menurutnya prinsip segala sesuatu adalah apeiron : "yang tak terbatas" . Segala sesuatu berasal dari apeiron dan akan kembali ke apeiron. Apeiron itu bersifat ilahi, abadi, tak terubahkan dan meliputi segala-galanya. Bagaimana dunia dapat timbul dari prinsip yang tak terbatas tersebut? Penyebabnya adalah suatu perceraian (ekrisis), maka dilepaskan dari apeiron itu unsur-unsur yang berlawanan (taenantia); yang panas dan yang dingin, yang kering dan yang basah. Unsur-unsur ini selalu berperang satu dengan yang lainnya. Tetapi bilamana satu unsur menjadi dominan, maka karena keadaan itu dirasakan tidak adil (adikia). Jadi ada satu hukum yang menguasai unsur-unsur dunia dan hukum tersebut dengan suatu nama etis yang disebut keadilan (dike). Ajaran Anaximandros dapat dikatakan membuka jalan baru untuk mengerti tentang keberadaan dunia. Ajaran-ajarannya terutama tentang unsur-unsur yang berlawanan banyak dipakai oleh filsuf-filsuf Yunani selanjutnya.
Tradisi berpikir secara mendasar dilanjutkan oleh muridnya Anaximandros (kira-kira hidup antara tahun 610-540 SM), Anaximandros juga mencari prinsip terakhir yang dapat memberi pengertian tentang kejadian-kejadian alam semesta. Tetapi ia tidak memilih salah satu bentuk yang diamati oleh panca indra. Menurutnya prinsip segala sesuatu adalah apeiron : "yang tak terbatas" . Segala sesuatu berasal dari apeiron dan akan kembali ke apeiron. Apeiron itu bersifat ilahi, abadi, tak terubahkan dan meliputi segala-galanya. Bagaimana dunia dapat timbul dari prinsip yang tak terbatas tersebut? Penyebabnya adalah suatu perceraian (ekrisis), maka dilepaskan dari apeiron itu unsur-unsur yang berlawanan (taenantia); yang panas dan yang dingin, yang kering dan yang basah. Unsur-unsur ini selalu berperang satu dengan yang lainnya. Tetapi bilamana satu unsur menjadi dominan, maka karena keadaan itu dirasakan tidak adil (adikia). Jadi ada satu hukum yang menguasai unsur-unsur dunia dan hukum tersebut dengan suatu nama etis yang disebut keadilan (dike). Ajaran Anaximandros dapat dikatakan membuka jalan baru untuk mengerti tentang keberadaan dunia. Ajaran-ajarannya terutama tentang unsur-unsur yang berlawanan banyak dipakai oleh filsuf-filsuf Yunani selanjutnya.
Adapun filsuf seperti Socrates dan
Plato melangkah lebih mendalam dengan melakukan telaahan tentang alam atau
dunia yang lebih kecil, mikrokosmos, yaitu manusia. Sokrates menyebutkan bahwa
tujuan tertinggi manusia adalah jiwanya (psikhe) menjadi sebaik mungkin.
Tingkah laku manusia hanya dapat disebut baik bila manusia menurut kepada
intisarinya yaitu psikhe-nya (tidak hanya aspek lahiriah) dijadikan sebaik
mungkin. Dengan perkataan lain dapat dikatakan bahwa tujuan hidup manusia
adalah eudaimonia (kebahagiaan). Bagi bangsa Yunani eudaimonia
berarti kesempurnaan atau lebih tepat lagi dikatakan bahwa eudaimonia
berati mempunyai daimon yang baik, dan yang dimaksud dengan daimon
adalah jiwa. Menurut Socrates, manusia dapat mencapai eudaimonia atau
kebahagiaan dengan arete. Arete adalah keutamaan seorang
berdasarkan kodrat untuk apa ia dicipta. Seorang negarawan mempunyai arete
yang memungkinkannya menjadi politikus yang baik. Seorang tukang sepatu yang
mempunyai arete akan menyebabkan ia menjadi seorang tukang yang baik.
Dengan arete ia mendapat pengetahuan yang memungkinkannya menjadi
seorang tukang atau politikus yang baik.
Pemikiran Socrates tersebut dapat
dikatakan merupakan titik tolak dalam usaha untuk memahami lebih jauh dan
mendalam tentang manusia. Manusia memiliki psikhe atau jiwa yang harus
dikembangkan terus agar menjadi baik sehingga dapat memperoleh kebahagiaan.
Plato (427 SM-347 SM), salah seorang murid Socrates menegaskan pandangannya
bahwa manusia adalah makhluk yang terpenting diantara segala makhluk yang
terdapat di dunia dan sebagaimana juga gurunya, ia menganggap bahwa jiwa
sebagai pusat atau intisari kepribadian manusia. Jiwa bersifat baka dan sudah
ada terlebih dahulu sebelum keberadaannya di dunia material dan fana ini yaitu
alam lain yang disebut alam ide. Kelahiran manusia di dunia membuat manusia
lupa akan alam ide tersebut. Meski terlupa akan alam ide tersebut, tapi
pengetahuan tentang alam ide tersebut tidak hilang, pengetahuan tersebut tetap
tinggal dalam jiwa manusia dan dapat diingatkan kembali. Dengan demikian
pengetahuan pada dasarnya adalah pengenalan kembali atau pengingatan (anamnesis)
terhadap alam ide yang dulu pernah dikenalnya.
Oleh karena itu ada dua bentuk
pengetahuan manusia yaitu pengenalan indrawi (doxa) tentang benda-benda
di alam dunia yang senantiasa dalam keadaan berubah serta pengetahuan akal budi
(episteme) menyangkut pengetahuan tentang ide-ide yang abadi dan tak
terubahkan. Plato menyebutkan bahwa benda-benda kongkrit di alam dunia ini pada
dasarnya adalah tiruan dari Alam Ide, maka pengetahuan indrawi dapat menjadi
jalan untuk mengenal atau mengingat kembali alam ide. Seperti gurunya, Plato
berpendapat bahwa tujuan tertinggi adalah eudaimonia atau mempunyai jiwa
(daimon) yang baik. Dengan demikian manusia menurut Plato adalah
kesatuan unsur material dan non material yang tidak terpisahkan. Dengan
dualisme ini manusia dapat menemukan atau mengingat kembali alam ide yang dulu
pernah dikenal.
Para filsuf Yunani kuno seperti Socrates dan Plato mencoba memahami manusia dalam kerangka berpikir yang sangat universal. Manusia dipandang sebagai bagian dari makrokosmos. Sebagaimana manusia dilihat terdiri dari tubuh dan jiwa, maka alam semesta dilihat sebagai tubuh dan jiwa, yang diciptakan oleh "Sang Tukang" (Demiurgos). Dapat dikatakan ciri khas dari pemikiran pada masa Yunani kuno ini adalah melihat segala sesuatu sebagai satu kebenaran, sebab itu para filsuf akan memikirkan alam sebulat-bulatnya. Orang Yunani tidak memandang ilmu secara spesifik melainkan ilmu universal. Cara berpikir serta pengetahuan yang mendasar dan unversal dibarengi kecerdasan yang dimilikinya memudahkan Aristoteles (murid Plato yang hidup pada tahun 384SM-322SM dan belajar di akademi milik Plato) menguasai sampai mendalam hampir segala ilmu yang diketahui pada masanya. Aristoteles adalah ahli dalam ilmu alam, hukum, etik dan lain-lain.
Para filsuf Yunani kuno seperti Socrates dan Plato mencoba memahami manusia dalam kerangka berpikir yang sangat universal. Manusia dipandang sebagai bagian dari makrokosmos. Sebagaimana manusia dilihat terdiri dari tubuh dan jiwa, maka alam semesta dilihat sebagai tubuh dan jiwa, yang diciptakan oleh "Sang Tukang" (Demiurgos). Dapat dikatakan ciri khas dari pemikiran pada masa Yunani kuno ini adalah melihat segala sesuatu sebagai satu kebenaran, sebab itu para filsuf akan memikirkan alam sebulat-bulatnya. Orang Yunani tidak memandang ilmu secara spesifik melainkan ilmu universal. Cara berpikir serta pengetahuan yang mendasar dan unversal dibarengi kecerdasan yang dimilikinya memudahkan Aristoteles (murid Plato yang hidup pada tahun 384SM-322SM dan belajar di akademi milik Plato) menguasai sampai mendalam hampir segala ilmu yang diketahui pada masanya. Aristoteles adalah ahli dalam ilmu alam, hukum, etik dan lain-lain.
Kajian manusia pada masa Romawi.
Setelah masa Aristoteles, terjadi
peralihan corak pemikiran filsafat Yunani menjadi filsafat Helen-Romana
terutama disebabkan akibat perluasan wilayah kerajaan Romawi pada masa
Alexander Agung, murid dari Aristoteles. Dengan makin meluasnya wilayah
kerajaan Romawi, keinginan memperoleh pengetahuan teoritis makin beralih kepada
ilmu-ilmu khusus yang lebih berguna bagi penghidupan sehari-hari. Kepercayaaan
akan agama rakyat menyusut. Orang makin mencari hasil praktis yang berguna
untuk meningkatkan kesenangan hidup sebagai akibat perbudakan dan kondisi
sosial yang menekan. Ilmu yang berkembang pada masa itu adalah etika, suatu
ajaran tentang martabat hidup di dunia, maupun pengetahuan khusus yang sifatnya
praktis. Dalam periode ini misalnya berdirilah sekolah Epikuros yang didirikan
oleh Epikuros (341 SM-217SM).
Berbeda dengan Aristoteles, Epikuros
tidak mempunyai perhatian terhadap penyelidikan ilmiah. Ia hanya mempergunakan
pengetahuan yang diperolehnya sebagai alat membebaskan manusia dari ketakutan
agama, yaitu rasa takut terhadap dewa-dewa yang ditanam dalam diri manusia oleh
agama Yunani kuno. Menurutnya ketakutan akan dewa-dewa tersebutlah yang menjadi
penghalang besar untuk memperoleh kesenangan hidup. Ia mengembangkan fisika
praktis untuk membebaskan manusia dari kepercayaan akan dewa-dewa. Ia mencoba
menjelaskan bahwa segala yang terjadi bersifat kausalitas dan mekanis. Tidak
perlu dewa-dewa diikutsertakan dalam peredaran alam ini. Setelah periode
Aristoteles dapat dikatakan filsafat Yunani kehilangan masa keemasannya dan dan
jatuh pada penelaahan yang sifatnya spasial dan kehilangan sifatnya untuk
menelaah sesuatu secara mendasar.
Kajian Manusia pada Abad Pertengahan.
Setelah kelahirannya, agama Kristen
mulai menyebar dan memberi warna dalam perkembangan pemikiran tentang manusia.
Thomas Aquinas adalah seorang pendeta yang meletakkan pemikiran-pemikiran
Yunani kuno dalam baju gereja dan ajaran Kristen. Abad pertengahan merupakan
abad kegelapan bagi perkembangan pengetahuan di Barat karena dominasi yang
sangat kuat dari pihak gereja. Dogma gereja menjadi suatu yang harus dipatuhi,
serta menjadi kunci mutlak agar dapat memperoleh keselamatan dan kesejahteraan
hidup. Akibat kondisi yang dogmatis, alam pemikiran menjadi terbelengu karena
harus mengikuti ajaran-ajaran atau "hukum Tuhan". Sesuai dengan
ajaran Kristen, manusia dipandang sebagai mahluk Tuhan yang harus "patuh
dan tunduk" dengan gereja sebagai perwakilan Tuhan di muka bumi.
Kajian Manusia pada Masa Renaissance.
Pandangan abad pertengahan itu berubah
secara mendasar pada abad ke enambelas dan tujuh belas. Revolusi ilmiah dimulai
ketika Copernicus mematahkan pandangan geosentrik gereja yang telah diterima
menjadi dogma selama lebih dari seribu tahun. Setelah Copernicus, bumi tidak
lagi menjadi pusat alam tetapi hanya sebagian kecil di ujung galaksi. Tokoh
lain yang berperan mengubah corak berpikir manusia pada abad itu adalah Galileo
Galilei. Galileo adalah orang yang pertama memadukan percobaan ilmiah dengan
bahasa matematika untuk merumuskan hukum-hukum alam yang ditemukannya.
Selanjutnya Galileo menetapkan postulat bahwa agar para ilmuwan dapat
menggambarkan alam secara sistematis maka mereka harus membatasi diri untuk
mempelajari sifat-sifat esensial benda mateial yang dapat diukur dan
dikuantifikasi. Dengan postulat ini dapat dikatakanan bahwa semua aspek seperti
perasaan estetik, etik, nilai, perasaan, motif, kehendak, jiwa yang tidak dapat
dikuantifikasi menjadi "mati". Francis Bacon selanjutnya merumuskan
teori tentang prosedur penelitian ilmiah dimana penelitian harus berlandaskan
fakta maupun data serta berdasarkan percobaan untuk mengambil kesimpulan yang
tepat. Metoda ini disebut metoda empiris-induktif.
Dengan metoda ilmiah ini tujuan ilmu menjadi berubah. Ilmu pada jaman kuno memiliki tujuan untuk mencapai kearifan, dengan memahami tatanan alam dan kehidupan yang harmonis dengan alam; ilmu dicari "demi keagungan Tuhan". Dengan prinsip metoda ilmiah dari Bacon, tujuan ilmu berubah menjadi pengetahuan yang dapat digunakan untuk menguasai dan mengendalikan alam. Melalui metoda penelitian empiris alam secara paksa diteliti dan dikendalikan.
Puncak revolusi ilmiah terjadi sejak Rene Descartes mengungkapkan filsafatnya Cogito Ergo Sum (Saya berpikir maka saya ada). Pernyataan ini merupakan kesimpulan dari filsafatnya. Menurutnya esensi hakikat manusia terletak pada pikirannya, dan hanya benda-benda yang ditangkap dengan jelaslah yang dapat dikatakan benar. Konsepsi yang demikian disebutnya sebagai "intuisi". Dia menegaskan bahwa tidak ada jalan menuju pengetahuan yang benar kecuali dengan intuisi yang jelas dan deduksi lah yang diperlukan. Dengan pendapatnya mengenai Cogito Ergo Sum, Descartes tidak lain menegaskan bahwa akal dan materi merupakan dua hal yang terpisah dan berbeda secara mendasar. Dengan demikian ada dua alam yang terpisah yaitu alam pikiran res cogitans dan res extensa atau alam luas. Pada abad-abad berikutnya, para ilmuwan mengembangkan teori-teori mereka sesuai dengan pemisahan Descartes ini. Ilmu-ilmu kemanusiaan memusatkan pada res cogitans dan ilmu-ilmu alam memusatkan pada res extensa. Bagi Descartes, alam semesta adalah sebuah mesin dan tidak lebih dari sebuah mesin. Alam semesta bekerja sesuai dengan hukum-hukum mekanik, dan segala sesuatu dalam alam materi dapat diterangkan dalam tatanan dan gerakan-gerakan dari bagian-bagiannya. Gambaran alam mekanik ini telah menjadi paradigma ilmu pada masa setelah Descartes. Paradigma ilmu ini menuntun semua pengamatan ilmiah dan perumusan semua teori tentang alam. Seluruh teori pada abad tujuh belas, delapan belas dan sembilan belas termasuk teori Fisika Newton yang termasyhur tidak lain adalah perkembangan dari pemikiran Descartes.
Teori fisika klasik yang dikembangkan Isaac Newton pada dasarnya adalah penggabungan dari metode deduksi dari Descartes dan metode induksi-analitis dari Francis Bacon. Newton dalam bukunya Principia menekankan bahwa eksperimen tanpa interpretasi sistematis maupun deduksi dari prinsip pertama yang tanpa bukti eksperimen sebenarnya sama-sama tidak akan sampai pada teori yang dapat dipercaya. Pada abad delapan belas sampai sembilan belas mekanika Newton telah digunakan dengan keberhasilan yang luar biasa. Teori Newton mampu menjelaskan gerak planet bulan dan komet hingga ke rincian-rincian terkecil.
Dengan penetapan yang kuat pada pandangan yang mekanistik ini, fisika Newton tampak menjadi dasar dari semua ilmu. Teori Newton tentang alam semesta dan kepercayaan pendekatan rasional pada masalah-masalah manusia menyebar dengan cukup pesat sehingga era itu disebut dengan era pencerahan.
Konsep-konsep mekanistik Descartes serta konsep Newton ternyata juga mempengaruhi para ilmuwan yang tertarik tentang masalah manusia. Dengan metoda ilmiah suatu pengetahuan dapat diklasifikasikan menjadi ilmu bila memilki kriteria empirik, obsevable dan terukur. Usaha untuk memperoleh pemahaman tentang manusia akhirnya harus direduksi hanya pada aspek-aspek yang terukur saja. Ilmu Psikologi, sesuai dengan namanya, yang semestinya mempelajari tentang Psyche (jiwa) direduksi menjadi ilmu yang terbatas mempelajari tingkah laku dan pengalaman manusia. Ilmu Psikologi dapat diterima menjadi suatu disiplin ilmu tersendiri sejak Wilhelm Wund mendirikan laboratorium Psikologi pertama di Leipzig University, jerman pada tahun 1859 dan mengembangkan penelitian-penelitian psikologi melalui metoda eksperimental yang terukur dan teramati. Dengan masuknya psikologi sebagai bagian dari ilmu modern jiwa yang non materiil, menjadi terbuang dari kajian ilmu psikologi modern saat ini. Psikiater R.D Laing secara ekstrim menyebutkan ; "Matilah pemandangan, suara, rasa, sentuhan dan bau dan bersama itu mati pulalah perasaan estetik dan etik, nilai, kualitas, bentuk; semua perasaan, motif, kehendak, jiwa, kesadaran, dan roh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar